SELAYO - Diharapkan dan digadang gadang sebagai sosok yang akan ‘Mambangkik Batang Tarandam’, Alan Tiumaru Dt.Bandaro Kayo yang telah dikukuhkan sebagai Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Salayo, kabupaten Solok, pada 4 April 2022 lalu, menggelar resepsi syukuran.
Syukuran yang dihadiri oleh puluhan Ninik mamak dan Bundo kanduang dari Tigo Luhak dan Tigo Lubuk se - Sumatera Barat (Sumbar) itu dihelat di Balai Adat Nan Panjang Kubuang Tigo Baleh, nagari Salayo, kabupaten Solok, kemaren, Sabtu, 2 Juli 2022.
Dipilihnya pemangku adat dari suku Piliang itu sebagai pemimpin KAN Salayo adalah berdasarkan kesepakatan Ninik mamak atau disebut juga Adek Lamo Pusako Usang(adat lama pusaka usang). Alan Tiumaru Dt.Bandaro Kayo Digadang sebelumnya dikukuhkan di rumah gadang kaum Dt. Bandaro Kayo suku Caniago Tigo Korong.
Dengan telah dikukuhkannya Alan Tiumaru Dt.Bandaro Kayo sebagai ketua KAN Selayo kabupaten Solok, diharapkan nantinya dapat menyelesaikan seluruh masalah adat dengan baik dan benar, serta sesuai dengan aturan adat yang berlaku. Dengan demikian, segala sesuatunya dapat berada pada tempat dan porsi yang sesungguhnya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Bundo Kanduang Nagari Salayo, Yetna Sriyanti, bahwa fungsi adat harus kembali utuh seperti sebelumnya, dan tokoh tokoh adat harus mampu mengembalikan Marwah adat istiadat di Minangkabau.
Menurut Bundo Kanduang Yetna, apa yang telah digariskan dalam adat, itulah yang harus dilakukan, dan tidak seorangpun yang boleh merubahnya. Ditekankannya, hukum adat atau norma adat adalah warisan dari pendahulu kita yang ditinggalkan sebagai pedoman untuk melahirkan kebijakan adat secara bersama, dan warisan itulah yang wajib untuk dijaga.
"Jaan sampai jalan dialiah dek urang lalu, jaan sampai cupak dipapek urang pangaleh, mamaek harus sasuai garis, babaliak ka adat lamo pusako usang, kok ka maukua harus didalam jangka, " ujar Yetna penuh penekanan.
Lebih jauh Yetna Sriyanti mengatakan, selama ini pemangku adat banyak yang tergeser oleh kepentingan kelompok yang ingin menguasai, sehingga sering terjadi gagal paham disaat menyelesaikan masalah adat yang terjadi, berdasarkan dari pada itu, diharapkannya, tugas-tugas adat dapat diemban kembali oleh pemangku adat yang sesungguhnya.
“Jabatan pemangku adat adalah jabatan Sunatullah yang merupakan sebuah ketentuan dan ketetapan, dan lazimnya disebut dengan takdir. Oleh sebab itu, jabatan tersebut tidak bisa diminta atau diberikan begitu saja, melainkan harus dari kesepakatan kaum dan disesuaikan dengan ketentuan dan hukum hukum adat yang ada dan berlaku, ” imbuhnya.
Mengakhiri sambutannya, Bundo Kanduang Yetna Sriyanti meminta agar pemerintah daerah, mulai dari yang tertinggi hingga di tingkat pemerintahan terkecil, agar bijak dalam memandang masalah adat, serta harus mengetahui sejauh mana keterlibatan atau batas-batas yang bisa dimasukinya dalam menyelesaikan masalah adat. (*)